Kamis, 21 Maret 2019

Cerita Indah mencari Ikan di Sungai kecil atau Kalen di Yogyakarta

Cerita ini saya ambil dari ingatan saya waktu saya masih di Sekolah Dasar sekitar tahun 1982 sampai 1988, saya sekolah dasar di sebelah timur laut dari rumah saya, berjarak sekitar 1,5 km. Kampung saya di dusun Karanganyar, Wedomartani, Ngemplak, Sleman, Yogyakarta. Mencari ikan sudah menjadi kebiasaan harian kami seusia saya, bahkan pemuda juga orang tua. Perbedaannya hanya kalau anak-anak itu hanya sekedar untuk main dan lauk sendiri, tetapi kalau orang dewasa tentunya dalam rangka bekerja untuk mencari nafkah. Kembali ke topik, bahwa di sekitar sekolah saya yaitu SD Krapayak II yang berada di pinggir dusun saya, merupakan area persawahan padi dan tebu. Saat itu air masih melimpah disekitar sekolahku sehingga masih banyak ikan wader, kotes/kutuk di kalen/sungai kecil.

Untuk menangkap ikan biasanya hanya menggunakan tangan, kadang melepas baju sekolah untuk menjaring ikan di sawah ataupun sungai.Saya gak pernah pakai sepatu setiap sekolah, seingat saya memang karena tidak punya sepatu, saat itu baru kira-kira sekitar 30 persen saja anak sekolah yang memakai sepatu. Demikian juga seragam sekolah, biasanya jika memiliki sergam itu hasil dari dikasih saudara ataupun tetangga yang peduli. Setiap anak memang diwajibkan membeli bahan seragam, tetapi biaya jahid yang sering jadi masalah khususnya keluarga saya. Sehingga di almari rumah ada banyak kain-kain seragam sekolah yang tidak dijahit, perkiraan saya itu adalah milik kakak-kakakku yang tentunya hanya ditumpuk di lemari. Dengan 6 saudara tentunya bisa makan itu adalah hal terpenting, sehingga pakaian yang penting masih ada yang bisa dipakai. Sudah menjadi hal biasa bagi saya dan teman-teman menggunakan baju celana main sekaligus untuk sekolah.

Kembali ke leptop bahwa mencari ikan itu sangat asik bagi kami, karena itu adalah lauk. Saat mendapatkan 1 ikan maka terpikir bahawa saya punya lauk atau bisa untuk dipelihara di rumah dengan kolam ataupun dimasukkan ke sumur untuk dipancing lagi sewaktu-waktu.Meskpun sangat mengasikkan, tetapi setiap mencari ikan selalu harus berangkat sembunyi-sembunyi karena orang tua selalu tidak mengijinkan kalau main disungai. Mungkin mereka khawatir tentang keselamatan, dan resiko lainnya.
 Seingat saya baru ketika saat saya masuk usia 15 Tahun atau menginjak SMU baru kadang diijinkan untuk mencari ikan. saat itu kalu tidak mencari ikan air tawar ya mencari katak. Katak ijo dari saya kecil memang laku dijual, dan menjadi konsumsi lauk sebagian masyarakat disekitar saya. Awal-awal mencari ikan dengan alat penerangan berupa Corong, corong adalah kaleng yang diisi minyak dikasih sumbu sehingga seperti oncor atau obor. Perbedaan obor dengan corong hanya kalau corong ini dikasih seng di bagian belakang dan atas api sehingga asap tidak mengenai wajah dan apinya tidak mengenai tubuh. Sedangkan untuk orang dewasa atau yangmemang mencari ikan itu adalah pekerjaan rutin, mereka setingkat lebih maju dengan menggunakan pletor. Pletor ini menggunakan kaleng yang didalamnya diisi karbit dan di kasih selang yang ujungnya dikasih lubang kecil dari bahan besi atau tembaga dan di sulut api.

Dari hasil mencari ikan gak banyak, sering laku seribu rupiah, kadang  800 rupiah. bagi yang sudah profesional bisa laku 2 ribu sampai 3 ribu rupiah. saat itu sih seribu rupiah juga sudah lumayan, karena harga semangkok bakso juga masih 250 rupiah. Cuma bahan bakar juga tidak gratis, setiap sekali berangkat, harus beli karbit setidaknya 350 rupiah, kalau beli seribu rupiah bisa untuk berangkat 3 kali. Mencari ikan kodok atau ikan air tawar biasanya berangkat habis maghrib dan pulang sekitar jam 2 malam, dilalui dengan jalan kaki hingga puluhan kilometer. Biasanya libur sekolah itu waktu yang tepat untuk mencaroi ikan karena tidak terbebani dengan sekolah dipagi hari. Meskipun kadang tidak peduli meskipun pagi harus sekolah.
Kalau saya bandingkan dengan saat  ini sekarang tahun 2019, memang banyak perbedaan, kalau dulu ikan itu masih cukup banyak kita temui tidak jauh dari tempat saya tinggal, tetapi sekarang tidak ada lagi. Demikian juga debet air, dulu sungai memang kadang kering, tetapi masa keringnya hanya sebentar dan sumber-sumber air masih banyak. Saat ini banyak sumber air yang ditutup dan banyakl pula sumber air yang sudah kering. Mungkin karena banyak sungai yang sering kering sehingga populasoi ikan menjadi sangat kecil.

Itu dulu sedikit cerita saya tentang Ikan di sekitar saya pada tahun 1982 saat saya mulai masuk sekolah dasar dan dibandingkan saat ini. Salam sukses selalu untuk anda yang kebetulan menemukan coretan saya ini

Jumat, 08 Maret 2019

CERITA TENTANG KEINDAHAN MASA KECIL

Assalamualaikum, Warrokhmatullohi Wabaraokatuh
Semoga segala kebaikan selalu bersama pembaca, beserta oentang indahnya orang-orang yang anda cintai. 
Sesuai judul diatas bahwa kali ini saya bercerita tentang indahnya masa kecil saya , 

Kampungku
 
Saya lahir tahun 1976, Saat itu tinggal bersama Bapak, Simbok (ibu), serta 5 saudara dan saya anak bungs, Dari lahir saya tinggal di dusun karanganyar desa Wedomartani, Kecamatan Ngemplak, kabupaten Sleman, Yogyakarta. Kampung Karangnyar saat itu belum ada listrik, jauh dari jalan raya, serta belum banyak penduduk seperti saat ini. Rumah saya saat itu cukup besar meskipun masih berdinding bambu,  lantai juga masih lansung tanah, atau belum menggunakan ubin. Cerita ini saya ingat yan diusia saya yang saat itu sekitar 5 tahun atau tahun 1981. Waktu itu hampir semua penerangan masih menggunakan lampu senthir atau sejenis obor kecil dengan bahan bakar minyak tanah. Penerangan rumah tangga  saat itu umumnya masih memakai dian senthir, lampu teplok, serta lampu petromak. Lampu petromak ini biasanya hanya di gunakan untuk acara khusus misalnya sewaktu ada perkumpulan warga, pengajian, atau hajadan saja, karena tidak setiap keluarga mampu memilikinya. 

Alat transportasi yang umum masih menggunakan gerobak sapi untuk angkutan barang, sedangakan kalau transportasi keluarga rata-rata sepeda onthel. Pada saat itu memang sudah ada yang memiliki motor, tetapi hanya sebagian kecil saja, dari sekitar 20 rumah di kampungku seingat saya baru ada 3 rumah yang punya motor, kalau mobil sama sekali belum ada yang memiliki mobil. Sedangkan untuk alat komunikasi utama antar warga menggunakan pengeras suara disebut juga Horn merk toa dengan sumberdaya arusnya daru accu, Horn ini hanya dipasang di salah satu rumah warga,dan rumah warga yang dititipi horn  ini biasanya keluarga yang terpandang dan rumahnya biasa digunakan untuk aktifitas warga. Aktifitas warga pada waktu itu diantaranya berbagai pertemuan warga, kalau dikampungku saat itu di rumah bapak Cipto Diharjo, Rumah pak Cipto ini juga digunakan sebagai aktifitas anak-anak sepert  belajar ngaji, sebelum warga mampu membangun Langgar (mushola). 

Alat Komunikasi warga selain Horn ada juga Radio, radio rata-rata menggunakan arus listrik baterai, alat komunikasi yang lain adalah televisi, yang juga menggunakan arus Accu. Saat itu televisi rata-rata masih 12 atau 14 inch hitam putih, itupun baru 2 rumah yang memiliki televisi. 

Indahnya Masa Kecil

Tadi sudah cerita keadaan kampungku saat itu ya, dan tiba saatnya saya cerita indahnya masa kecil waktu itu. Jadi  anak-anak saat itu sangat berbeda banget dengan  anak sekarang, Kalau dulu aktifitas antara anak yang sattu dengan anak yang lain itu hampir sama. Kesamaannya diantaranya pagi jam 6 berangkat sekolah sampai jam 12 siang, pulang makan trus pergi mencari rumput, lucunya sih baju yang saya pakai sekolah juga dipakai mencari rumput, saat itu seperti itu sangat umum kecuali orang-orang yang cukup mampu saja yang membedakan antara pakaian sekolah dan pakaian untuk aktifitas lain. Rata-rata pulang mencari rumput itu jam 2 siang, setelah itu habis Ashar baru boleh bermain, dan untuk hari-hari biasa anak-anak berkumpul ada yang main dakon, ada yang main klusut atau nekeran, klusut dan nekeran ini permainan rata-rata laki-laki meskipun banyak juga perempuan yang ikut. permainan yang sering trend ya hanya nekeran (kelereng), klusut (main karet gelang), main adu gambar, dakon, petak umpet, cek-cekan serta baksodor. Setiap menjelang maghrib anak-anak bubar dan pulang mesti dengan wajah yang belepotan. Kadang-kadang kami mandi sekalian sebelum pulang disumur tetangga. Trus apa asyiknya ? asyiknya kalau dulu itu bermain mesti dengan banyak teman, selain itu kalau haus tinggal lari aja ke sumur terdekat dan minum sepuasnya jadi gak perlu beli seperti sekarang, demikian juga kalau mainnya dekat sungai ya tinggal nyelupin muka ke air sambil minum. 

Tadi sudah sampai pulang hampir Maghrib ya, sekarang